Senin, 05 April 2010

Desain Hunian 2010, Transisi Minimalis ke Konsep Green

SEIRING perkembangan zaman, tren desain rumah tinggal semakin pesat. Sama pesatnya dengan perkembangan furnitur dan aksesori yang selalu mengikuti tren yang ada. Hal itu terlihat dari bermunculannya konsep-konsep hunian, seperti minimalis, modern, klasik, dan Mediterania.

Namun dari semua tren yang ada, sebagian belum mengikuti standar-standar rumah tinggal yang dibutuhkan masyarakat saat ini. Menurut Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Her Pramtama, secara umum kita masih mengalami krisis lingkungan, dan hal ini akan berkembang secara terus-menerus apabila arsitek, pemilik rumah, dan pemerintah ”tidak bersatu”.

Salah satu cara mengubahnya yaitu dengan menerapkan konsep green pada hunian, seperti memanfaatkan cahaya alami dan meminimalkan kebergantungan kita pada teknologi. Mengingat global warming sudah menjadi isu dunia, perlu kesadaran dari tiap lapisan masyarakat. Memang cukup sulit untuk mengubah semua dari awal karena keadaan yang sudah tidak lagi relevan untuk diubah ke masa dulu. Karena itu, dibutuhkan langkah awal untuk meminimalkan keadaan ini.

Her menjelaskan, pada 2010 kita sudah harus merancang desain yang nyaman. Dalam arti, kita dapat menghirup udara yang cukup dan penyerapan cahaya alami.

”Karena sebenarnya masyarakat kita sudah dibiasakan untuk ”toleransi-toleransi” tertentu. Seperti penggunaan AC, penggunaan listrik di siang hari, dan perilaku-perilaku lain sehingga untuk mengubahnya dari awal lagi cukup sulit. Jadi, mulai sekarang kita harus menghilangkan ”toleransi” tersebut dan kembali ke kehidupan nyata kita,” beber Her.

”Caranya dengan menerapkan konsep green pada area rumah, mengurangi penggunaan AC, mengurangi penggunaan lampu pada siang hari, dan ubah gaya hidup,” tambahnya.

Lalu, bagaimana dengan tren hunian 2010? Her selaku Ketua IAI untuk wilayah Jakarta, mempunyai jawaban khusus. Dia menje-laskan, sebenarnya arsitektur tidak bisa diarahkan sebagai fesyen atau tren, karena gaya hunian muncul ketika Indonesia mengalami krisis moneter, di mana harga material melambung cukup tinggi .

”Alhasil, pada saat itu furnitur yang digunakan dalam penataan rumah dikurangi dan muncullah pendekatan tren tersebut seperti minimalis, modern, klasik, dan konsep lainnya,” jelas Her.

Sedangkan desain tropis bukanlah suatu gaya, melainkan sebuah kebutuhan, karena sejatinya kita hidup di sebuah negara beriklim tropis. Jadi, gaya tropis adalah suatu keharusan dan kita harus aware atas masalah-masalah tersebut.

Lalu, apa sebenarnya yang ingin ”dilemparkan” oleh para arsitek dan pengusaha properti kepada khalayak untuk melihat desain hunian pada 2010? Jika kita menilik ke tahun sebelumnya, tren gaya minimalis tetap menjadi pilihan, mengingat ”kesederhanaan” pada zaman dulu memang dibutuhkan. Namun, perekonomian sekarang sudah semakin membaik dan masyarakat pun sudah mengarah ke titik jenuh pada suatu konsep hunian, sehingga timbullah usaha menuju keanekaragaman.

Menurut Her, tren arsitektur sekarang sudah mengarah ke titik jenuh, di mana masyarakat sudah mulai bosan dengan ”kesederhanaan” yang ada. Apalagi perekonomian yang sudah semakin membaik, sehingga tren tahun depan mengarah ke kolaborasi antara desain modern dan gaya lain yang mungkin lebih banyak menggunakan detail aksesori dan furnitur. Contoh, dulu kita hanya menggunakan tembok dengan cat warna putih, tapi sekarang masyarakat mempunyai banyak pilihan agar dinding tampak lebih dekoratif.

Lebih Hemat Energi

Global warming menjadi isu dunia yang paling teranyar saat ini. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh negara luar, tapi negara kita pun tak luput dari isu besar ini. Sebab itu, saat ini pemerintah dan berbagai elemen masyarakat sedang gencar-gencarnya menyuarakan hal tersebut, dan diharapkan tahun 2010 menjadi waktu yang tepat untuk kita melakukan perubahan.

Menurut arsitek Nunung Adiwijaya, 2010 akan menjadi tahun transisi tren minimalis menuju konsep green. ”Dalam arti, dari perkembangan minimalis menuju desain sustainable, yakni desain yang hemat energi,” katanya.

Ciri-ciri konsep green ini, pertama: rumah memiliki banyak bukaan seperti jendela-jendela yang besar dan tinggi. Dengan banyak bukaan, rumah akan lebih banyak mengadopsi udara dan cahaya alami sekaligus mengurangi penggunaan energi listrik pada siang hari.

Kedua, bangunan-bangunannya lebih tinggi, yakni plafon yang dibuat lebih dari tiga meter. Desain seperti ini tidak hanya membuat rumah menjadi hemat energi, tapi juga memberi kesan mewah dan megah. ”Biasanya hal tersebut diterapkan di ruang publik seperti ruang keluarga dan ruang tamu,” ujar Nunung.

Ciri ketiga, biasanya konsep seperti ini kerap memanfaatkan banyak lansekap, seperti taman di area depan maupun belakang rumah. Berbicara desain eksterior 2010, tentu berkaitan pula dengan interiornya. Menurut Nunung, desain interior akan mengikuti tren rumah yang sedang berkembang. Karena antara desain eksterior dan interior saling berkesinambungan, jadi pasti ada beberapa aspek yang menjadi second opinion. Contohnya, ujar Nunung, sekarang masyarakat sudah banyak yang jenuh dengan desain modern dan beralih ke desain yang ”abadi”, dalam arti tidak habis termakan zaman, semisal gaya klasik dan art deco.

”Tapi, mengingat tahun depan merupakan transisi tren minimalis ke konsep green, maka desain interior minimalis masih menjadi pilihan,” imbuh Nunung.

Pergantian tren desain hunian tidak hanya dirasakan pada fasad dan bentuk rumah, tapi juga warna. Nunung berpendapat, tren warna di masa mendatang mungkin akan banyak mengalami perubahan, karena masyarakat sekarang sudah mulai berani menerapkan warna-warna cerah di dalam rumah mereka.

”Seperti hijau dan biru, tapi tidak tertutup kemungkinan masyarakat masih banyak juga yang menerapkan warna netral seperti abu-abu, karena melihat tahun depan ada peralihan dari desain minimalis ke konsep green,” jelas Nunung.(Koran SI/Koran SI/tty)

Sumber artikel:

http://lifestyle.okezone.com/read/2009/12/29/30/289208/30/desain-hunian-2010-transisi-minimalis-ke-konsep-green

Hemat Energi dengan Arsitektur


KESELARASAN hidup manusia dan alam terangkum dalam konsep arsitektur hijau. Konsep yang kini tengah digalakkan dalam kehidupan manusia modern.

Arsitektur hijau adalah suatu pendekatan pada bangunan yang dapat meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan. Arsitektur hijau meliputi lebih dari sebuah bangunan.

Dalam perencanaannya, harus meliputi lingkungan utama yang berkelanjutan. "Untuk pemahaman dasar arsitektur hijau (green architecture) yang berkelanjutan, di antaranya lanskap, interior, dan segi arsitekturnya menjadi satu kesatuan," ujar Nirwono Yoga, desainer lanskap yang juga pemerhati lingkungan.

Dalam perhitungan kasar, jika luas rumah adalah 150 meter persegi, dengan pemakaian lahan untuk bangunan adalah 100 meter persegi, maka sisa 50 meter lahan hijau harus digenapkan dengan memberdayakan potensi sekitar. Nirwono mencontohkan, pemberdayaan atap menjadi konsep roof garden dan green wall. Dinding bukan sekadar beton atau batu alam, melainkan dapat ditumbuhi tanaman merambat. Selain itu, tujuan pokok arsitektur hijau adalah menciptakan eco desain, arsitektur ramah lingkungan, arsitektur alami, dan pembangunan berkelanjutan.

"Arsitektur hijau dipraktikkan dengan meningkatkan efisiensi pemakaian energi, air, dan bahan-bahan, mereduksi dampak bangunan terhadap kesehatan melalui tata letak, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan bangunan," ulas Dr Mauro Rahardjo dari Feng Shui School Indonesia.

Secara matematis disebutkan, konsumsi 300 liter air harus dapat dikembalikan sepenuhnya ke tanah. Misalkan, air sisa cuci sayur dapat digunakan untuk mencuci mobil. "Atau membuat sumur resapan dan biopori," kata Nirwono.

Dalam hal estetika, arsitektur hijau terletak pada filosofi merancang bangunan yang harmonis dengan sifat-sifat dan sumber alam yang ada di sekelilingnya. Penggunaan bahan bangunan yang dikembangkan dari bahan alam dan bahan bangunan yang dapat diperbaharui.

"Memanfaatkan sumber yang dapat diperbaharui seperti menggunakan sinar matahari melalui passive solar dan active solar, serta teknik photovoltaic dengan menggunakan tanaman dan pohon-pohon melalui atap hijau dan taman hujan," kata Mauro.

Konsep arsitektur hijau sangat mendukung program penghematan energi. Rumah ala tropis dengan banyak bukaan, dibentuk untuk mengurangi pemakaian AC juga penerangan. Namun, hal tersebut tidak akan berjalan mulus jika sekeliling rumah tidak asri. Bukaan banyak hanya akan memasukkan udara panas dan membuat pemiliknya tetap memasang pendingin ruangan.

Taman dan halaman dalam arsitektur hijau juga tidak sekadar memperhatikan estetika. "Dengan adanya krisis pangan, gagasan roof garden bisa jadi apotek hidup atau kebun sayuran. Tidak zaman lagi bikin taman dari segi estetis saja," sebut Nirwono. Tanaman sayur ditata serapi mungkin, kemudian dikonsumsi pemiliknya. Beberapa tanaman yang cocok untuk roof garden adalah daun sirih, pandan sayur, kangkung, dan lain-lainnya.

Nirwono menjelaskan adanya keselarasan antartiap sendi dalam kehidupan. Orang bicara konsep hijau, tapi tidak jeli dengan sekitar. Krisis energi muncul akibat kelemahan manusia dalam memenuhi kebutuhan. Manusia menunggu datangnya bahan pangan dari luar kota. Sayur tomat yang bisa ditanam di halaman, tidak menjadi pilihan pertama. Lebih suka menunggu truk sayur membawa dari luar kota. Coba pikir, berapa banyak energi yang terbuang.

Sebuah perusahaan di Jerman melansir produk batu bata ramah lingkungan. Nyatanya, produk tersebut tidak jadi ramah lingkungan jika mesti dibawa menggunakan kapal laut ke luar Jerman. Sebaiknya kita mampu menggunakan batu bata sendiri, dengan biaya dan peluang pemborosan energi lebih sedikit. Struktur bangunan asli Indonesia sudah menerapkan prinsip green architecture.

"Struktur bangunan di Jawa dan Irian, jenis arsitektur tropis memanfaatkan bahan asli dari daerah tersebut," ucap pria ramah ini. Dengan segala keterbatasan, nenek moyang kita membangun rumah tepat daya dan guna.

Dari segi interior, arsitektur hijau mensyaratkan dekorasi dan perabotan tidak perlu berlebihan, saniter lebih baik, dapur bersih, desain hemat

energi, kemudahan air bersih, luas dan jumlah ruang sesuai kebutuhan, bahan bangunan berkualitas dan konstruksi lebih kuat, serta saluran air bersih. Untuk mengatasi limbah sampah, lubang biopori dapat menjadi solusi.

(sindo//tty)

Sumber artikel:

Hijahttp://lifestyle.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/06/25/30/121967/hemat-energi-dengan-arsitektur-hijau