Kompas, 30 April 2009
Tak butuh waktu lama untuk sebuah kejutan langka, seperti dialami peneliti oseanografi LIPI, Augy Syahailatua, ketika bersama peneliti lain melihat langsung keberadaan ikan purba coelacanth. Kejutan itu terjadi pada siang hari tanggal 27 Juni 2007 di Malalayang, Teluk Manado, Sulawesi Utara. Siang terik itu kapal kayu peneliti baru sekitar 30 menit bergerak dari pantai Kota Manado. Kurang 500 meter dari tepian pantai, wahana bawah laut tanpa awak (remotely operated vehicle/ROV) menangkap obyek utama penelitian ikan coelacanth. Data ROV mencatat, obyek berada di kedalaman 190,2 meter hingga 195 meter.
Kenapa disebut beruntung dan terkejut? Berdasarkan catatan resmi survei biologi museum ilmu kelautan Aquamarine Fukushima, Jepang, pihak yang getol meneliti coelacanth, itulah satu-satunya perjumpaan pada survei lapangan periode 27 Juni-12 Juli 2007. Dari 92 kali pengoperasian ROV (total waktu penyelaman 54 jam 55 menit), hanya terjadi satu perjumpaan selama 32 menit tersebut.
Secara total, ROV yang dibawa tim Aquamarine Fukushima telah merekam delapan kali perjumpaan pada periode tahun 2006-2007. Tahun 2008, tak satu perjumpaan pun terjadi. Menemukan keberadaan ikan coelacanth memang tidak mudah. Bahkan, bisa dibilang sulit dan berongkos mahal. Informasi ilmiah menyebutkan, habitat ikan coelacanth berada pada kedalaman lebih dari 180 meter dengan suhu air laut maksimal 18 derajat celsius.
Pada perjumpaan 27 Juni 2007, ROV merekam coelacanth sedang berdiam di mulut goa batuan lava bawah laut. Pergerakan sekaligus sorot lampu ROV tidak mengejutkan coelacanth. Puluhan menit berdiam seperti menggantung di mulut goa, coelacanth kemudian berenang perlahan dan menghilang di antara celah-celah goa.
referensi :
http://www.oseanografi.lipi.go.id/component/content/article/21-berita-koran/755-coelacanth-ikan-bertangan.html
http://www.elasmo-research.org/education/classification/class_images/coelacanth.gif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar