Kamis, 09 Desember 2010

Dia yang Pamit kepada Gunung

Setelah lebih dari 200 tahun sejak kelahirannya, naturalis kelahiran Jerman Franz Wilhelm Junghuhn masih kerap dibicarakan sebagai orang asing yang paling mengenal--dan begitu mencintai--alam tanah Jawa.

Oleh JJ Rizal
Foto oleh Reynold Sumayku

Kota Bandung yang galibnya berudara sejuk di musim hujan ini semakin terasa dingin. Namun, saya, yang hendak melacak jejak Franz Wilhelm Junghuhn, naturalis kelahiran Jerman, pemerhati botani, geologi, biologi, dan geografi tanah Jawa yang begitu fanatik, mau tidak mau harus mendatangi kota ini. Di Bandung, nama Junghuhn disejajarkan dengan raksasa-raksasa dunia akademis internasional seperti Eijkman, Pasteur, Bosscha, Ehrlich, Otten, Westhoff, yang diabadikan sebagai nama jalan--meski banyak penduduknya telah melupakan.

Saya ditemani Juli Hantoro, wartawan harian Koran Tempo yang sehari-hari bertugas di kawasan ini, untuk berkunjung ke satu pabrik kina di sana, lantas ke Pangalengan. Sampai pada saat itu saya--sejujurnya--masih belum memahami betul seluruh ketokohannya. "Dia itu pahlawan kina," kata Juli. Saya tersenyum. Akan tetapi sepertinya dia belum selesai. Ditunjukkannya saya buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe karya Haryoto Kunto yang sohor sebagai "bapak Bandung tempo dulu".

Ia membuka dan membacakan bagian yang menyebut Junghuhn bukan saja salah satu dari "tiga orang Eropa yang ikut 'babat alas' Tatar Ukur, yang sekarang dikenal sebagai wilayah Kabupaten Bandung, melainkan juga orang yang berhasil mengangkat nama Bandung sebagai gudang penghasil bubuk kina yang utama di dunia."

RIWAYAT PERINTISAN PEMBUDIDAYAAN kina di Hindia Belanda memang merupakan salah satu batu ujian terbesar dan paling menantang dalam sejarah karier Junghuhn sebagai ilmuwan. Tiada masa di mana Junghuhn dipaksa begitu rupa untuk mengeluarkan hampir seluruh keunggulannya sebagai naturalis dalam arti seluas-luasnya selain masa-masa saat dia berkutat dengan kina. Mungkin hal itu pula yang membuat para penyusun kurikulum sekolah dasar mencantumkan Junghuhn sebagai "penemu kina" dalam buku-buku pelajaran, meski itu--tentu saja--tidak benar.

Junghuhn memang mengerahkan segala ilmunya ketika ia mulai menolak pemilihan daerah Cipanas, Cibeureum, Kandang Badak dan terutama perkebunan stroberi Gubernur Jenderal di Cibodas sebagai tempat pembudidayaan kina oleh Teijsmann, hortulanus (kurator tanaman) kebun raya negara di Buitenzorg (sekarang Bogor) yang ditunjuk pemerintah mulai April 1852 sebagai direktur budidaya kina yang pertama.

referensi :
http://nationalgeographic.co.id/feature/180/dia-yang-pamit-kepada-gunung

Tidak ada komentar: