Rabu, 19 Mei 2010

Nirwana Es


Oleh Bruce Barcott
Foto oleh Paul Nicklen


Kehidupan yang kaya di Svalbard, kepulauan Arktika milik Norwegia, menghadapi pencairan yang mengerikan.
Lima menit melewati tengah malam di Svalbard. Alam liar tengah menggeliat dan berisik. Di ujung muara yang ternaungi di Adventdalen, lembah pada gugusan pulau-pulau di tengah jalan antara Norwegia dan Kutub Utara, sekawanan burung laut arktik melayang tinggi dan melingkar pada cahaya matahari yang abadi. Mereka gelisah. Sepasang burung camar biru keabuan—pemangsa anak ayam, pencuri telur, predator-predator bersayap Arktika yang hebat—sedang mendekat dari timur. Burung-burung laut itu memberi pertahanan yang kuat. Mereka menunjukkan paruh-paruh mereka yang merah kepada burung-burung camar, laksana kumpulan pesawat berbahaya yang siap menyerang.
Strategi mereka berhasil. Burung-burung camar meninggalkan burung-burung laut dan melingkari daratan, melewati sepasang angsa yang bersarang di tanah, sebuah kandang bagi anjing-anjing penarik kereta, dan seekor rusa kutub yang sendirian makan di tundra.

Begitulah malam musim panas yang khas di Svalbard, suatu tempat perlindungan yang lazim di ketinggian Arktika yang kaya akan berbagai macam hidupan liar. Jarang sekali ada tempat di daerah lingkar kutub yang dapat menandingi kepadatan makhluk hidup di sini. Beruang-beruang kutub melimpah di sini. Kira-kira setengah dari sekitar 3.000 beruang pada populasi Laut Barents membesarkan anak mereka di pulau-pulau terpencil di kepulauan ini, dan manusia sudah diperingati untuk tidak mengambil risiko pergi ke luar kota tanpa senapan sebagai perlindungan terhadap beruang kutub (Ursus maritimus). Burung-burung laut bermigrasi ke Svalbard dalam jumlah jutaan ekor. Lima spesies anjing laut dan 12 jenis ikan paus makan di perairan lepas pesisirnya. Walrus-walrus Atlantik makmur di lahan-lahan yang kaya akan kerang sepanjang dasar yang dangkal pada Laut Barents. Di tundra yang terbuka di dataran-dataran tinggi dan lembah-lembah di Svalbard, rusa kutub mencari makanan dan rubah arktik bebas dari pemangsa.

Bagi mata manusia, bentang alam Svalbard tandus, keras, dan tak mengenal ampun. Lebih dari separuh luas wilayah terbungkus dalam es yang mengeras. Wilayah di mana terdapat cukup cahaya dan tanah untuk menunjang tanaman tak sampai 10 persen dari total. Pada pendakian di lereng-lereng Nordenskiöldfjellet (Gunung Nordenskiöld) yang berbatu pada saat musim panas, saya menghitung selama lima jam hanya terdapat tujuh spesies tanaman. Tanaman-tanaman tersebut bergantung pada keberadaan yang lemah, bercangkung di antara lempeng-lempeng penutup dari batu karang yang pecah seperti pertapa di padang gurun.

Bertahun-tahun lalu ketika arkeolog Norwegia Povl Simonsen mempertimbangkan batas-batas ketahanan hidup manusia di utara jauh, ia berbicara tentang “ujung yang mungkin.” Dalam sebagian besar sejarahnya, Svalbard telah berada di luar ujung tersebut. Peradaban kuno tidak pernah menginjakkan kakinya di sini. Orang-orang Viking tidak mendiaminya. Orang-orang Inuit menjauh. Bahkan saat ini, ketika terdapat transportasi pesawat udara setiap hari dari Oslo bagi turis, hanya 2.500 orang yang tinggal di sini sepanjang tahun. Banyak di antara mereka yang bekerja di tambang-tambang batu bara Svalbard.

referensi : http://nationalgeographic.co.id/feature/75/nirwana-es

Tidak ada komentar: