Rabu, 19 Mei 2010

Yang Terakhir


Oleh Verlyn Klinkenborg
Foto oleh Joel Sartore

BURUNG-BURUNG PIPIT PULAU MERRITT SUDAH TIDAK ADA LAGI. Tempat peristirahatan terakhir pipit pantai bulu gelap (dusky seaside sparrow) tersebut adalah di dalam botol kaca pada Koleksi Ilmu Unggas di Florida Museum of Natural History. Mata burung tersebut tertutup lapisan tebal dan bulu-bulunya berantakan akibat alkohol yang hampir memenuhi botol. Sebuah label kertas menyatakan bahwa burung tersebut, seekor jantan tua, mati pada 16 Juni 1987. Tiga setengah tahun setelah kematian pipit itu, sebuah lema ringkas muncul di Federal Register yang merupakan jurnal resmi pemerintah AS. Lema itu menyatakan bahwa pipit pantai bulu gelap kini telah punah dan sudah dihapus dari daftar pemerintah federal tentang kehidupan liar yang terancam punah (endangered) dan langka (threatened). Dengan begitu, burung dan habitatnya yang kritis—rawa air payau Pulau Merrit di Florida yang juga merupakan lokasi John F. Kennedy Space Centre—tidak akan lagi dilindungi oleh Undang-Undang Spesies Terancam Punah (Endangered Species Act, ESA).
Apa yang membunuh pipit dari Pulau Merrit? Jawabannya dalam satu kata: kemajuan. Tak seorang pun mengonsumsi pipit pantai bulu gelap yang berhabitat di pinggir pantai ataupun memburunya sebagai aktivitas olah raga. Sarang-sarang burung itu tidak dirusak dan tidak ada yang dimangsa predator yang baru dimasukkan ke pulau itu. Namun lewat penyemprotan DDT untuk mengendalikan nyamuk serta pembangunan kolam buatan yang memungkinkan vegetasi air tawar menggantikan rawa air payau, manusia telah mengubah ekosistem—dengan harapan agar meningkatkan kualitas hidup mereka—lalu menyadari dengan sangat terlambat bahwa betapa pipit pantai bulu gelap begitu terikat dengan habitatnya di tengah-tengah ilalang rawa. Pipit terakhir yang dibotolkan adalah gambaran mengenai satu spesies yang habitatnya lenyap selamanya.

Selama 35 tahun, sejak Richard Nixon mengesahkannya menjadi undang-undang pada Desember 1973, Undang-Undang Spesies Terancam Punah telah menjalankan peran sebagai rumah singgah biologi, semacam status perlindungan hukum bagi makhluk hidup yang memiliki risiko kepunahan. Mungkin akan lebih akurat jika undang-undang tersebut dinamakan Undang-Undang Spesies Langka dan Habitat karena tujuan undang-undang itu adalah untuk melindungi spesies melalui identifikasi dan perlindungan habitatnya yang kritis—hutan dewasa bagi burung hantu totol utara, Sungai Little Tennessee bagi ikan snail darter. Sejak ditandatangani, undang-undang tersebut sudah menuai kontroversi, bukan karena undang-undang itu berupaya untuk menyelamatkan tumbuhan dan satwa liar, tetapi karena usahanya untuk menyelamatkan habitat yang dibutuhkan tumbuhan dan kehidupan liar untuk bertahan hidup. Biasanya—dan inilah yang menjadi sumber masalah—hal itu bermakna mencegah manusia mengubah ekosistem dalam bentuk apapun.

Peraturan yang disahkan pada tahun 1973 itu merupakan undang-undang yang sederhana, ringkas serta tegas. Peraturan tersebut meminta setiap departemen dan lembaga dalam pemerintah federal untuk bekerja secara nyata melindungi spesies yang terancam punah dan langka. Undang-undang tersebut meminta pemerintah federal untuk bekerjasama dengan pemerintah negara bagian dalam melaksanakannya serta mengikat AS untuk mematuhi beberapa perjanjian internasional yang bertujuan melestarikan spesies yang menghadapi kepunahan. Dalam pengertian tertentu, undang-undang tersebut berperan sebagai undang-undang hak asasi bagi semua makhluk hidup selain manusia.

referensi : http://nationalgeographic.co.id/feature/43/yang-terakhir

Tidak ada komentar: